Love dust . . .
Sore yang hangat di bulan november. . .
Terlintas lagi di benakku tentang hal yang terjadi beberapa bulan lalu
Hangat yang kurasakan tak lagi dapat kurasakan
Mengingat hal bodoh itu, bagai ada ratusan kepingan es tajam yang menusuk ku, membuatku merasakan dingin yang melumpuhkan tubuhku.
Bagiku, obat dan penyakitku adalah sama
Untuk apa aku mengingatmu lagi? harusnya aku sudah membiarkanmu pergi dan membiarkan waktu memulihkan semuanya. Tapi namanya pulih, meskipun membaik tapi tidak mungkin dapat kembali seperti sedia kala, tapi bukan berarti tidak bisa lebih baik daripada sebelumnya.
Aku percaya dengan yang namanya takdir, tapi kau membuatku bingung, membuatku ragu. Sudah tahu ditolak tapi mengapa masih berusaha? Mengapa bisa sedemikian keras hati ini bertahan ?
Mungkin ini yang disebut pantang menyerah, atau mungkin juga keras kepala . . .
Aku sudah tahu, obat bagiku adalah melupakanmu, mengikhlaskan semuanya, membiarkan semuanya berjalan sesuai alurnya.
Tapi, perasaan macam apa ini? jikalau cinta ditaburkan dari langit, maka semua pria dan wanita di dunia ini berebut menengadahkan tangannya, ada yang dapat seangkam, ada yang dapat segantang, tapi rasanya semakin banyak malah semakin tak dapat digenggam.
Semakin dalam perasaanku semakin susah pula aku menghapusmu dari ingatanku. Memang kenyataanya kau tak kan bisa kuhapus, setidaknya aku hanya berusaha membuatmu samar di dalam ingatanku. Agar aku tak perlu merasakan kehilangan sendirian lagi. Rasanya aku lelah menengadahkan tanganku sendiri, aku bisa merasakan banyaknya taburan yang kudapat, tapi kenapa aku tak bisa menggenggam apapun? yang bisa kurasakan sekarang hanyalah merasakan setiap butiran itu jatuh dari tanganku, bertaburan tak tentu arahnya.
Bisakah aku mengumpulkan butiran butiran itu di dalam toples? hingga aku tak perlu lagi khawatir kemana perginya butiran itu.
Bisakah aku menahanmu untuk tinggal disini? bersamaku?
Bukti apa lagi yang ingin kau lihat? usaha apa lagi yang ingin kau tahu dariku?
Rasanya aku sudah lelah menunggu semalaman di luar dan berusaha menahan batuk karna dinginnya angin yang menerpa, jadi mengapa aku harus mengetuk pintu lagi? itukah yang kau inginkan? agar aku mengetuk pintumu yang belum tentu mau kau bukakan untukku?
Sudah kucoba untuk terus berjalan, masuk ke dalam rumah yang mungkin bisa mengembalikan kehangatan itu. Tapi untuk apa? aku tahu kecil kemungkinan ku untuk sampai kesana. Untuk apa aku berharap ke tempat yang aku tak tahu kemana arahnya?
Hidup berusaha membuktikkan ku bahwa aku tersesat, bahwa aku berjalan ke arah yang aku tak ketahui tujuannya. Jadi bagaimana aku bisa tetap berharap sampai ke sana?
Kau boleh bilang harapanku sia-sia, tapi aku masih mempunyai harapan.
Ini benar-benar perasaan yang membingungkan.
Keadaan bisa berubah, dan saat ini keadaan membuat semuanya terasa tidak stabil. Keadaan yang mengharuskan ku untuk tidak memandang ke arah sana lagi, ke arahmu yang tidak pernah melihatku bahkan menyadari kehadiranku lewat sudut matamu barang satu kali pun.
Sekokoh apapun pohonnya, jika terus di terpa dengan angin dan hujan, lama lama akan rapuh dari dalam lalu tumbang dan mati. Jika sekarang daunku mulai berguguran dan sampai pada helai terakhir, kuharap kau menyadari, berapa banyak helai daun yang sudah kugugurkan untukmu, berapa banyak buah yang sudah lama matang namun sudah jatuh karna tak kaupetik, berapa banyak ranting yang sudah patah karna kerasnya tolakan angin yang memaksaku melepas rantingku.
Tapi aku mengikhlaskan semuanya, menerima ini semua karna kutahu aku yang terlalu buru-buru dan tidak sabar menahan langkahku, akibatnya cinta ini terus hancur menjadi butiran-butiran yang selalu berusaha untuk kusatukan kembali, utuh di dalam toples, yang takkan kubiarkan lepas lagi seandainya bisa kugenggam suatu saat nanti.
Terlintas lagi di benakku tentang hal yang terjadi beberapa bulan lalu
Hangat yang kurasakan tak lagi dapat kurasakan
Mengingat hal bodoh itu, bagai ada ratusan kepingan es tajam yang menusuk ku, membuatku merasakan dingin yang melumpuhkan tubuhku.
Bagiku, obat dan penyakitku adalah sama
Untuk apa aku mengingatmu lagi? harusnya aku sudah membiarkanmu pergi dan membiarkan waktu memulihkan semuanya. Tapi namanya pulih, meskipun membaik tapi tidak mungkin dapat kembali seperti sedia kala, tapi bukan berarti tidak bisa lebih baik daripada sebelumnya.
Aku percaya dengan yang namanya takdir, tapi kau membuatku bingung, membuatku ragu. Sudah tahu ditolak tapi mengapa masih berusaha? Mengapa bisa sedemikian keras hati ini bertahan ?
Mungkin ini yang disebut pantang menyerah, atau mungkin juga keras kepala . . .
Aku sudah tahu, obat bagiku adalah melupakanmu, mengikhlaskan semuanya, membiarkan semuanya berjalan sesuai alurnya.
Tapi, perasaan macam apa ini? jikalau cinta ditaburkan dari langit, maka semua pria dan wanita di dunia ini berebut menengadahkan tangannya, ada yang dapat seangkam, ada yang dapat segantang, tapi rasanya semakin banyak malah semakin tak dapat digenggam.
Semakin dalam perasaanku semakin susah pula aku menghapusmu dari ingatanku. Memang kenyataanya kau tak kan bisa kuhapus, setidaknya aku hanya berusaha membuatmu samar di dalam ingatanku. Agar aku tak perlu merasakan kehilangan sendirian lagi. Rasanya aku lelah menengadahkan tanganku sendiri, aku bisa merasakan banyaknya taburan yang kudapat, tapi kenapa aku tak bisa menggenggam apapun? yang bisa kurasakan sekarang hanyalah merasakan setiap butiran itu jatuh dari tanganku, bertaburan tak tentu arahnya.
Bisakah aku mengumpulkan butiran butiran itu di dalam toples? hingga aku tak perlu lagi khawatir kemana perginya butiran itu.
Bisakah aku menahanmu untuk tinggal disini? bersamaku?
Bukti apa lagi yang ingin kau lihat? usaha apa lagi yang ingin kau tahu dariku?
Rasanya aku sudah lelah menunggu semalaman di luar dan berusaha menahan batuk karna dinginnya angin yang menerpa, jadi mengapa aku harus mengetuk pintu lagi? itukah yang kau inginkan? agar aku mengetuk pintumu yang belum tentu mau kau bukakan untukku?
Sudah kucoba untuk terus berjalan, masuk ke dalam rumah yang mungkin bisa mengembalikan kehangatan itu. Tapi untuk apa? aku tahu kecil kemungkinan ku untuk sampai kesana. Untuk apa aku berharap ke tempat yang aku tak tahu kemana arahnya?
Hidup berusaha membuktikkan ku bahwa aku tersesat, bahwa aku berjalan ke arah yang aku tak ketahui tujuannya. Jadi bagaimana aku bisa tetap berharap sampai ke sana?
Kau boleh bilang harapanku sia-sia, tapi aku masih mempunyai harapan.
Ini benar-benar perasaan yang membingungkan.
Keadaan bisa berubah, dan saat ini keadaan membuat semuanya terasa tidak stabil. Keadaan yang mengharuskan ku untuk tidak memandang ke arah sana lagi, ke arahmu yang tidak pernah melihatku bahkan menyadari kehadiranku lewat sudut matamu barang satu kali pun.
Sekokoh apapun pohonnya, jika terus di terpa dengan angin dan hujan, lama lama akan rapuh dari dalam lalu tumbang dan mati. Jika sekarang daunku mulai berguguran dan sampai pada helai terakhir, kuharap kau menyadari, berapa banyak helai daun yang sudah kugugurkan untukmu, berapa banyak buah yang sudah lama matang namun sudah jatuh karna tak kaupetik, berapa banyak ranting yang sudah patah karna kerasnya tolakan angin yang memaksaku melepas rantingku.
Tapi aku mengikhlaskan semuanya, menerima ini semua karna kutahu aku yang terlalu buru-buru dan tidak sabar menahan langkahku, akibatnya cinta ini terus hancur menjadi butiran-butiran yang selalu berusaha untuk kusatukan kembali, utuh di dalam toples, yang takkan kubiarkan lepas lagi seandainya bisa kugenggam suatu saat nanti.
nice
BalasHapus