Teriakan Wanita
Di malam-malam yang sunyi,
Yang anginnya berhembus menusuk hingga ke tulang
Masihkah kau mendengar?
Mungkin ada wanita paruh baya yang menahan rindu pada anak yang merantau
Matanya tak terpejam sampai cekungan hitam tampak di bawah matanya
Khawatir gerangan di sebrang pulau masihkah seperti yang ada di ingatannya?
Berharap pipi dengan semburat merah jambu itu, mata bulan sabit itu tetap lengkung karena senyumannya.
Di rumah satunya,
Menangis pilu seorang Ibu.
Tak jauh anak dari pelukan. Namun sang anak tak henti-hentinya merengek bak ditinggal pergi sang Ibu.
Sembilu hatinya melihat hujan yang tak kunjung reda itu.
Mungkin juga,
Ada seorang dara yang remuk jiwanya.
Bukan perkara ditinggal kekasih, bukan juga sesak karena sepi.
Kiranya sama seperti dua wanita tadi,
ingin teriak tapi suara pun tak terdengar.
Menjerit hatinya, meronta benaknya. Adakah yang mendengar?
Masihkah kau mendengar?
Dua puluh tujuh lalu masih bisa aku berlari mengetuk pintu, menangis sejadi-jadinya di depan pendengarku.
Tapi, tiba malam ini. Tak ada lagi pintu yang bisa kuketuk, tak ada lagi mata yang berbicara padaku. Tak ada lagi sentuh kasih yang menghangatkan itu.
Perihnya dunia, ketika kau berteriak tapi tak ada yang mendengar.
Masihkah aku ingin jadi pendengarmu?
Masihkah kau sudi untuk kudengar?
Yang anginnya berhembus menusuk hingga ke tulang
Masihkah kau mendengar?
Mungkin ada wanita paruh baya yang menahan rindu pada anak yang merantau
Matanya tak terpejam sampai cekungan hitam tampak di bawah matanya
Khawatir gerangan di sebrang pulau masihkah seperti yang ada di ingatannya?
Berharap pipi dengan semburat merah jambu itu, mata bulan sabit itu tetap lengkung karena senyumannya.
Di rumah satunya,
Menangis pilu seorang Ibu.
Tak jauh anak dari pelukan. Namun sang anak tak henti-hentinya merengek bak ditinggal pergi sang Ibu.
Sembilu hatinya melihat hujan yang tak kunjung reda itu.
Mungkin juga,
Ada seorang dara yang remuk jiwanya.
Bukan perkara ditinggal kekasih, bukan juga sesak karena sepi.
Kiranya sama seperti dua wanita tadi,
ingin teriak tapi suara pun tak terdengar.
Menjerit hatinya, meronta benaknya. Adakah yang mendengar?
Masihkah kau mendengar?
Dua puluh tujuh lalu masih bisa aku berlari mengetuk pintu, menangis sejadi-jadinya di depan pendengarku.
Tapi, tiba malam ini. Tak ada lagi pintu yang bisa kuketuk, tak ada lagi mata yang berbicara padaku. Tak ada lagi sentuh kasih yang menghangatkan itu.
Perihnya dunia, ketika kau berteriak tapi tak ada yang mendengar.
Masihkah aku ingin jadi pendengarmu?
Masihkah kau sudi untuk kudengar?
Komentar
Posting Komentar